A Piece

Hi! Lama gak post apa-apa di blog.

Sekarang jarang nulis yang full, lebih sering yang setengah-setengah, dan lebih sering nulis apa yang kepikiran, tanpa perencanaan. Tapi, mudah-mudahan bisa lebih aktif nulis dan jadi cerita yang full kedepannya.

Kali ini mau post suatu tulisan, yang tiba-tiba aja kepikiran dan dituang dalam kata-kata. Mau share juga sepotong cerita yang udah aku tulis, tapi belom tau awalnya dan akhirnya akan kayak mana, dan belum tau juga apa potongan cerita ini akan dilanjut jadi full atau enggak. Belom direncanain.

And, happy reading!! Hope good to read.





Beri Aku Satu 


Kenapa begitu semu? 

Kenapa nyaris setiap hal yang kugenggam bagai butir pasir yang bercucuran dari sela-sela jariku?

Apa itu berlaku bagi segala hal?

Kenapa? Kenapa begitu kelabu?

Hujan yang menunjam di hadapanku ini bagai tirai.

Dinding yang membatasiku dengan dunia yang tak akan pernah bisa kugapai.

Kenapa?

Apa masih ada satu saja yang tertinggal untukku?

Satu perihal saja, dimana aku benar-benar menggenggamnya erat dan tak akan pernah kulepas.



***


Nah, ini cuplikan cerita yang udah aku tulis. Mudah-mudahan bisa jadi cerita yang full, yaa. Judulnya juga masih belom ditentuin. 



“Apa yang kau harapkan darinya? Apalagi yang tersisa untukmu? Tidak ada, kan? Tidak ada lagi yang tertinggal, kan? Bahkan, kehadirannya saja dihadapanmu pun tidak akan pernah terjadi lagi,” desis Marc. Sorot matanya berkilat tajam. Raut wajahnya tampak begitu keras. 

“Bahkan, jikalau pun dia tidak akan pernah kembali, kupastikan aku akan selalu menunggunya. Aku akan selalu bersamanya. Aku berjanji, akan selalu mengingatnya. Aku tidak akan mencintai siapa pun lagi. Kata-katamu sama sekali tidak berarti bagiku.” Bulir air bening menggantung di sudut-sudut mata Rachel. Ia meringis tanpa suara, meredam nyeri di bahunya.

Marc semakin menyudutkan Rachel pada beton. Ia tak sadar tengah menyakiti gadis yang dicintainya. “Apa kau akan mengorbankan seluruh hidupmu yang berharga hanya untuknya? Apa kau cukup bodoh untuk menyia-nyiakan dirimu sendiri? Lihat faktanya, Rachel. Pria itu, laki-laki yang kau cintai itu, dia tidak akan pernah kembali lagi. Dia sudah pergi dan enyah dari dunia ini untuk selama-lamanya!”

“Diam kau, Sialan! Dia sama sekali tidak enyah. Dia masih disini. Dia masih ada bersamaku, dia akan selalu bersamaku. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Tidak ada yang bisa menggantikannya. Selamanya aku akan selalu bersamanya. Apa kau mengerti itu? Kau dengar kata-kataku??!!” pekik Rachel tersulut emosi. Wajahnya basah tersapu air mata. Sekeras mungkin, ia bergerak dan lepas dari genggaman pria itu.

“Bagaimana caranya aku meyakinkan dirimu bahwa kau hanya hidup dalam mimpi-mimpimu yang semu, Rachel? Apa kau tidak sadar bahwa semua harapanmu itu palsu? Dia benar-benar telah lenyap. Dia telah lenyap untuk selamanya dari dunia ini, kau tahu? Dia sudah meninggal, Rachel!! Dia sudah meninggal!” teriak Marc. Nada suaranya begitu tinggi hingga Rachel terkesiap kaget.

“Diam kau!! Diam! Jangan ucapkan sepatah kata lagi. Tutup mulutmu itu. Jangan berani-beraninya kau katakan satu kata lagi tentangnya. Atau aku akan....”

“Akan apa? Apa yang bisa kau lakukan?”

“Atau aku akan membencimu untuk seluruh hidupku.”

Gigi Marc gemeretak mendengarnya. Tangan kanannya membulat dan dengan kecepatan tak terduga sebuah pukulan melayang mendentam beton. “Kau benar-benar keras kepala. Andai dia masih ada disini, aku pasti sudah menghabisinya dengan tanganku sendiri. Aku pasti akan melenyapkannya dengan caraku sendiri. Satu yang pasti, Rachel. Cepat atau lambat, aku akan membuka matamu. Kau akan sadar bahwa dia benar-benar tidak akan pernah kembali. Dia sudah pergi untuk selama-lamanya. Aku yang ada disini untukmu. Aku yang selalu mencintaimu. Aku yang akan menggantikannya. Dan aku berjanji, akan kulakukan segala cara untuk menggantikan posisinya dalam hidupmu. Kau bisa pegang kata-kataku.”

“Diam!!”

 
To Be Continued...


Comments

Post a Comment