TWOSHOT : Different #1

Hello, everybody!! Good morning/afternoon/evening!!

Alhamdulillah satu cerita lagi selesai. Tapi seperti biasa, aku buatnya TWOSHOT, dikarenakan aku bingung kalo buat cerita CHAPTER, hehe. Maaf jika pembaca bosan dengan cerita-cerita yang selalu aku buat TWOSHOT yaa :( Dan belum lagi, cerita kali ini isinya narasi semua. Aku berharapnya kalian tidak bosan :( Rencananya part kedua akan aku buat banyak dialog, tapi aku belum tau bagaimana ending-nya (seperti biasa). Do’akan saja yaa aku dapat melanjutkan cerita ini hingga selesai. Anyway, happy reading everyone  :) Mudah-mudahan dapat menghibur yaa..

Oh ya, kali ini tokoh yang aku gunakan adalah Marc Marquez. Hehehe. Semoga suka yaa ;)

Dan jika berkenan, jangan lupa tinggalkan komentar kalian ;) Aku selalu menunggu komentar apapun kok, baik maupun buruk.

Oke, cukup sekian saja, sekali lagi selamat membaca :) 



"Karena setiap pertemuan pastilah memiliki arti.” – Author 


Kepala gadis itu bolak-balik berbalik ke belakang. Kakinya melangkah lebar dan sesekali berlari. Jarak jauh yang telah ditempuhnya membuat sepasang kakinya terasa lemas dan menyerah untuk berlari kencang. Sementara jantungnya bak mendesak untuk melompat sehingga si gadis harus memegangi dadanya. Rambut hitam hampir sepinggang miliknya yang dibiarkan tergerai sudah berantakan tak menentu. Keringat menyelimuti hampir keseluruhan rambutnya dan membuatnya berkilat, ditambah lagi dengan pantulan sorot lampu di kanan-kiri yang semakin membuat sosoknya tampak berbeda.

Rachel berhenti tepat di bawah naungan pohon linden, tubuhnya tertekuk dan tangannya memerangkap lutut dengan kokoh hingga memucatkan buku-buku tangannya. Gadis itu memejamkan mata keras, coba menenangkan diri dan mengatur napas. Sesekali tampak giginya yang bergemeretak, membuat sepasang rahangnya bergetar. Rachel kedinginan. Embusan angin malam semakin mengigit daging. Ia bagaikan ingin tumbang seketika.

Hujan yang semakin menjadi-jadi membuat perasaan Rachel bertambah tersudut dan keruh. Ia bingung. Kakinya sudah berontak untuk berlari, namun ia juga tidak bisa menyerah begitu saja dan berdiam diri di sini. Ia hanya memiliki dua pilihan sekarang. Hidup atau mati. Memaksa sepasang kaki ini untuk berlari dan memacu jantungnya untuk bekerja di atas normal atau beristirahat di sini dan memulihkan tenaga, namun harus siap jika orang itu tiba-tiba datang dan menyembelih dirinya. Rachel kembali berjalan terseok-seok. Hatinya bulat memilih pilihan pertama. Ia tidak akan mati sia-sia malam ini.

Aku harus hidup. Aku tidak akan mati di tangan orang bajingan itu. Aku, Rachel Nicollina Guerrero, bersumpah atas nama bulan tidak akan mati sia-sia malam ini. Aku … aku akan hidup. Aku akan bertahan. Aku akan menang atas kematian! Lihat saja, aku akan melihat matahari terbit esok! Aku harus hidup!! Ini adalah sumpahku! Sumpah seorang Rachel Nicollina Guerrero! Kalian dengar itu?! Rachel menggeram dalam hati. Kakinya terus melangkah meski sesekali ia tersandung dan hampir terjerembap. Rachel terus berjalan. Ia sungguh-sungguh dengan apa yang ia katakan.

Namun, tetap saja, sebesar apapun ia mencoba, sebanyak apapun ia bersumpah, sekuat apapun ia berusaha, ia tetap tidak bisa menghindari takdir. Rencana Tuhan telah tersusun lebih baik dari apa yang manusia rencanakan. Jalan hidup Rachel berbeda dari apa yang dipikirkan dan diharapkannya. Malam itu adalah malam yang berbeda.

Kepala Rachel semakin berat dan sulit diangkat, seiring dengan langkah kakinya yang melantur entah ke mana. Pusing semakin menggerogoti, Rachel terhuyung. Beberapa kali matanya terpejam dan pikirannya kosong namun ia masih bisa menyadari dan mendengar sayup-sayup keadaan sekitar. Ia sangat dekat dengan lalu lintas. Suara deru mesin dan klakson mobil maupun truk terdengar samar-samar. Setidaknya, walaupun ia harus mati malam ini, ia tidak akan mati di tangan orang bajingan itu. Rachel akan lebih ikhlas jika mati tertabrak daripada harus berakhir dengan cara dibunuh. Tentu saja, asalkan yang mementalkan tubuh mungilnya juga bukan mobil kotor milik si bedebah.


Bugh!

Rachel ambruk. Itulah suara terakhir yang berhasil ditangkap oleh telinganya sebelum ia benar-benar kehilangan kesadaran dan tergeletak di tengah jalan.  


***

Malam pengubah hidup. Mungkin itulah kalimat yang cocok untuk diberikan pada pria itu saat ini. Pria lajang yang hidup seorang diri di rumah yang lumayan besar namun sepi tak berpenghuni jika dirinya keluar. Jenis pria pada umumnya yang jarang membersihkan rumah bahkan merapikan kamar tidurnya sendiri. Pria yang berkarakter berantakan dalam hal mengurus pekerjaan wanita. Ia tidak mahir memasak, hanya menciptakan apapun sekadar mengisi perut tanpa terlalu memedulikan rasa. Bagian terpenting menurut pemikirannya ialah, perutnya kenyang dan ia tidak harus mengeluarkan uang lebih untuk makan di luar. Mencuci pakaian dengan beberapa kali kucekan tanpa berpikir tentang noda yang sudah luntur atau belum. Ada pakaian untuk dikenakan besok, itu sudah cukup baginya. Pria serampangan.

Marc mengusap pelipis sembari mengerjapkan mata, menahan kenakalan angin malam yang menyelisip di tulang-tulang. Sebelah tangannya ia gunakan untuk mengelus tangan yang lain, merasakan bulu di sana sudah mulai meremang dan ia merinding. Sudah beberapa jam terakhir langit mengguyurkan air bersih secara cuma-cuma ke bumi, membuat hitamnya aspal menjadi semakin hitam, menggelitik angin malam agar bertiup lebih kencang dan berkelana kesana-kemari, menghampiri apapun yang dilewatinya, tak terkecuali para gelandangan yang bersembunyi dari serangan hujan–beberapa ada yang tertidur– di balik restoran pinggir jalan dan menyibak selimut plastik ala kadar mereka.

Dalam cahaya remang-remang, Marc bisa melihat hujan seperti barisan anak panah yang menunjam ke bumi. Beberapa dari air hujan yang sebesar biji-biji jagung itu (pasti teramat sakit apabila mengenai kulit) menumbuk kaca mobilnya dan menimbulkan suara “klotak-klotak”. Dan itu semakin membuat suasana hati Marc bertambah sendu dan rasa malasnya melambung. Marc menghela napas kasar sembari menarik tinggi-tinggi sepasang alis ke atas.

Awalnya mobil Marc merayapi sepanjang jalan dengan normal, tampak biasa dan si pengemudi juga melajukan mobil dengan santai. Mata Marc yang gelap dengan semburat hazel itu tampak sayu, mengingat kegiatan hari ini yang sangat menguras tenaga. Ia butuh istirahat sekarang. Ya, Marc butuh tempat tidur yang sangat jarang dirapikannya saat ini juga. Tidak peduli ia tidak akan nyaman merebahkan tubuh dan beristirahat di atas kasur yang tidak pernah dibersihkan. Lagi pula, ia sudah terbiasa. Yang penting, energinya akan terisi kembali. Marc harus segera ke alam mimpi.

Sebelum tiba-tiba …

Sepertinya Marc harus menunda jam tidur dan berada di jalanan lebih lama.

Mata Marc membulat lebar. Napasnya tertahan di tenggorokkan. Jantungnya bagai berhenti berdetak dan ia berada di awang-awang. Sesuatu seperti gumpalan berlubang-lubang menyumbat kerongkongan Marc. Ia sulit menelan ludah. Cuping hidung Marc melebar dan ia menarik napas panjang-panjang. Apa-apaan ini? keluhnya. Seorang wanita terkapar di tengah jalan tepat di depan bibir mobilnya.

Marc tidak langsung bergerak. Kakinya seolah memiliki kehendak sendiri untuk berada di tempat dan tidak digunakan. Marc menurut, ia tetap duduk di dalam mobil sambil menopang kepala dengan jari telunjuk sementara tangan yang lain ia gunakan untuk menekan klakson. Ayolah, bangun dari sana, Nona! Apa yang kau pikirkan sampai kau berada di tengah jalan begini? Bangkit! Marc menggeram. Kepalanya dilongokkan keluar dan tangannya melambai-lambai berisyarat , memberi kesempatan bagi air hujan menerpa dan merembesi tangan kemeja panjangnya.

Jangan pernah menganggu seorang Marc Marquez saat ia tengah mengantuk dan lapar. Marc bisa menahan apapun, tapi tidak rasa kantuk dan lapar. Marc bahkan sanggup melontarkan kata-kata makian dan membanting apa saja ketika seseorang menganggunya saat ia sudah sangat kantuk dan perutnya bergolak lapar. Ia bisa kehilangan kendali. Marc memang mengerti lemah-lembut, tapi jangan pernah mengganggu singa jika kau tidak ingin mati disantap. Marc memiliki dua sisi manusiawi.

Sementara kendaraan lain di buntut mobil Marc semakin membuat telinganya meraung. Klakson dan keluhan para pengemudi meletup-letup menyaingi suara hujan. Mata Marc berubah tajam, gigi-giginya saling bergesek dan raut wajahnya tampak mematikan. Hatinya bergemuruh, ingin sekali ia kembali melajukan mobil dan melindas wanita itu. Namun, Marc tidak akan melakukannya. Marc memang akan mengamuk dan menghancurkan barang-barang, tapi ia tidak akan membunuh seseorang–apalagi wanita–hanya karena orang itu menunda jam tidurnya.

Beberapa menit berlalu dan keadaan tetap tidak berubah. Kendaraan berbagai ukuran telah berekor membentuk sebuah antrean panjang. Marc tidak tahan dengan perpaduan suara-suara itu dan pemandangan yang sekarang tercipta akibat ulah wanita aneh itu yang semakin membuat matanya terasa sakit. Maka, Marc mengambil inisiatif untuk keluar dan menyeret si wanita ke pinggir jalan. Ia sudah tidak punya cukup kesabaran lagi untuk menunggu. Bisa-bisa ia meledak menahan emosi jika harus berdiam di dalam mobil lebih lama.

Marc membuka pintu mobil dan berjalan cepat, tak peduli hujan mendera tubuhnya karena ia menerobos begitu saja. Marc segera menarik tangan wanita itu kasar hingga membuat tubuhnya pun ikut terangkat, menampakkan wajah si wanita yang telah pucat pasi seperti mayat, dengan bibir mengerut dan bekas darah di kepala. Belum lagi beberapa luka kecil di lengan dan siku yang berhasil ditangkap oleh mata Marc saat ia menyapu pandangan ke seluruh tubuh wanita itu.

Mendadak Marc gelagapan akan melakukan apa. Ia tidak mungkin meninggalkan wanita ini di pinggir jalan dalam keadaan seperti ini (dengan kemungkinan wanita ini akan mati esok pagi apabila ditinggal) sementara ia pulang dan menikmati hidupnya sendiri. Bagaimanapun juga, wanita ini adalah manusia. Mungkin wanita ini pun akan membawanya pulang jika ia yang berada di posisi wanita malang ini sekarang. Terlebih lagi orang yang dibimbanginya kini adalah seorang wanita. Laki-laki macam apa yang meninggalkan wanita terluka dan pingsan seperti ini di pinggir jalan dan tak ada rasa tanggung jawab sebagai sesama manusia sedikitpun? Hanya manusia berhati batu yang akan berlaku demikian.

Maka, atas beberapa pertimbangan sebagai makhluk sosial, perlahan Marc mulai menggendong tubuh mungil wanita itu ke dalam mobil. Sesaat ia sempat merasa ragu; apa benar ia akan membawa pulang seorang wanita ke rumah? Apa ia akan mengurus wanita ini hingga luka-lukanya sembuh? Akan seberapa lama? Mengurus dirinya sendiri saja sudah sulit, apalagi mengurus satu orang lagi? Wanita pula. Namun, Marc segera menyingkirkan  pikiran-pikiran itu saat membaringkan tubuh wanita itu di bagian belakang mobil. Itu adalah urusan belakang. Nanti pasti ada solusinya dan masalah ini akan selesai. Sekarang yang terpenting adalah: wanita itu dibawa pulang dahulu dan ia akan mengobati luka-lukanya.

Marc sempat melengos saat melihat orang-orang di belakang mobilnya tetap meng-klakson dirinya. Apa orang-orang itu tidak tahu berterima kasih ia sudah bersedia mengangkut wanita itu dari tengah jalan dan bahkan membawanya pulang walaupun itu didasarkan pada nurani sebagai seorang manusia? Hah, dasar orang-orang itu!

Marc melambaikan tangan tinggi-tinggi sebagai isyarat agar orang-orang itu diam sebelum membuka pintu mobil dan pulang ke rumah.
 

***

Marc menjeblak pintu kamar hingga terbuka lebar dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain ia gunakan sebagai penampung sebuah nampan berukuran sedang namun terkesan menarik bercorak garis-garis vertikal berwarna coklat kusam. Nampan itu berisikan beberapa barang. Marc membawa sebuah mangkuk berwarna saffron berisi air dingin bercampur beberapa bongkahan kecil es, sebuah kain polos yang dilipat dan diletakkan di samping mangkuk tersebut, dan ia juga menyandingkan beberapa barang tersebut dengan beberapa peralatan pembersih luka.

Marc menutup kembali badan pintu dan mengedarkan tatapannya ke seluruh kamar. Kamar yang biasanya adalah ruangan yang sangat berantakan, pengap dan sumpak, kini telah disulap menjadi sebuah tempat yang lumayan nyaman, bersih dan wangi. Ya, karena Marc tahu ini bukanlah kamar bagi dirinya lagi untuk beberapa hari ke depan. Kamar ini kini ditempati oleh seorang gadis malang yang semalam terkapar di tengah jalan dan sempat membuat api amarahnya tersulut. Namun, ia tetap membawanya pulang karena alasan sesama makhluk sosial.

Kaki Marc mulai melangkah seiring dengan matanya yang menatap gadis itu. Gadis yang benar-benar malang menurut Marc. Dari penampilan dan keadaannya semalam, Marc menyimpulkan gadis ini tidaklah mempunyai keluarga, atau ia terpisah dengan keluarganya dan terasingkan, atau lebih buruk lagi, gadis ini dibuang oleh keluarga angkatnya dan dimanfaatkan oleh orang lain untuk menjadi pengemis jalanan, namun ia berhasil melepaskan diri karena masih memiliki secuil nasib baik. Entahlah. Tapi, hati Marc yakin gadis ini tidaklah memiliki keluarga. Mungkin orang tua dan saudara-saudaranya telah meninggal dunia dan ia tidak tahu harus kemana dan melakukan apa, hingga nasib menuntunnya untuk berjalan hingga pingsan di tengah jalan dan mengirimnya ke rumah ini.

Pelan-pelan Marc mulai merangsek ke tepi gadis itu, mencelup kain putih polos ke dalam air dingin lalu memerasnya perlahan, kemudian menempelkan kain lembap itu di kening gadis itu. Gadis ini demam. Mungkin akibat ia terlalu banyak berhujan-hujanan semalam dan kelelahan. Marc menyentuh pipi gadis itu. Panas. Mendadak Marc merasakan dentuman rasa prihatin menusuk jiwanya. Ia bahkan tak mengenal dan mengetahui nama gadis ini, namun entah kenapa ia merasa begitu dekat dan seolah-olah ikut tertular keperihan hanya dengan melihat dan membayangkan kejadian yang telah menimpa gadis ini sebelumnya.

Mata Marc melirik ke bawah, menemukan beberapa luka kecil yang masih basah bersarang di permukaan kulit si gadis. Marc memang sudah membersihkan luka-luka itu semalam, baik di lengan, siku, maupun kepala, namun tetap saja luka-luka itu belum kering benar hanya karena diobati sekali. Marc mengobati lagi luka-luka itu secara perlahan, meringis dan bergidik ngeri membayangkan apabila ia yang mendapatkan luka-luka itu. Sebenarnya apa yang telah dilakukan gadis ini? lafalnya.

Tanpa diduga-duga, tiba-tiba lengan yang tengah diobati oleh Marc bergerak. Marc terlonjak, mendelik dan ia segera menatap wajah si gadis. Sepasang alis tebal miliknya berkerut, gadis itu telah sadar. Mendadak Marc merasa darahnya penuh oleh aliran antusias dan kelegaan.

“Hei …” sapa Marc serak.

Sementara gadis itu tak kunjung membuka mata. Bola matanya hanya berputar di balik kelopaknya yang tertutup. Tampaknya sisa-sisa pusing semalam masih membayang, si gadis hanya meringis. Marc terdiam, menyadari bahwa tak semudah itu bagi gadis ini untuk membuka mata apalagi berbicara. Maka, Marc hanya diam dan menunggu dengan tatapan berbinar.

Hampir satu menit kemudian, akhirnya mata gadis itu terbuka samar-samar. Matanya sayu, dan ia berusaha mengerti keadaan. Ada di mana ia, apa yang terjadi, dan kenapa kepalanya seolah dihantam tornado hebat. Ia bagaikan diputar.

Beberapa waktu kemudian, gadis itu mulai mendapatkan kesadarannya secara utuh kembali, tampak dari matanya yang telah terbuka sempurna dan pandangannya yang penuh. Bibirnya bergerak-gerak kecil, seolah ingin melontarkan sesuatu. Kepalanya tak kunjung ia tolehkan dan menemukan keberadaan Marc.

“Mm … Ma … Marc …” panggil gadis itu parau. Matanya terus menatap langit-langit.

Mendadak tulang-tulang Marc ingin rontok seketika. Ia terperangah. Siapa? Marc? Bagaimana ia bisa tahu namaku? Apa aku tidak salah dengar? Apa ia punya sesuatu bersama seseorang bernama Marc? Ah, yang benar saja! Marc siapa yang dimaksudkannya? Marc bertanya-tanya dalam hati. Rasa penasaran meledak-ledak di dalam dirinya. 



To Be Continued.. 

Comments

  1. Pria serampangan/? kok aku langsung inget ojan yaa -__- bercanda cut bercanda -_- hehehe. keren2 ceritanya aku tunggu yaa lanjutannya xD kirain aku si Rachel bakal manggil dani eh nggak taunya marc -_- jangan2 marc itu nama mantannya ya :3 #berisik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dia bukan serampangan lagi Nov, dia melebihi serampangan bahkan, yang belum diketahui namanya apa -_- wkwkwk.. makasih udah baca yoo Nov, hihihi... Aku belum nulis lagi ending-nya, takut kecepetan lagi ._.

      Delete
    2. yaallah kasian kali ojan -_- sip sama-sama xD itung-itung nambah wawasan /idih-_-/ rapopo aku tunggu (y) marquez jangan lupa kasih makan cut :p

      Delete
    3. Marquez selalu aku kasih makan Nov, cuma kujatahin -_-

      Delete
    4. yang nggak dirimu jatahin apa cut -___-

      Delete

Post a Comment