FanFiction

*Cerita di part selanjutnya sangat berkaitan dengan part ini. Dan di part ini ada tambahan satu tokoh pria. Oh ya, cerita part ini rada ga jelas juga, hehe :D*
 

Let Me Save This Feeling #5 

 

“Bagaimana keadaannya?” 

“Dia sedang tertidur.” Jorge membalikkan tubuhnya, menatap wajah gadis itu sebentar dan kembali memutar wajahnya. 

“Oh, syukurlah.” 

“Terima kasih telah memberitahuku untuk kedua kalinya.” 

“Tidak masalah. Tapi boleh aku tahu sesuatu?” suara diujung sana mulai memelan. Terdengar sedikit ragu-ragu. 

“Apa?” 

“Hmm, sebenarnya apa yang terjadi dengannya?” 

“Maksudmu?” 

Sosok dibalik telepon itu diam sejenak, mencari-cari kalimat yang cocok untuk dilontarkannya. Bolak-balik ia menimbang. “Hm, maksudku.. kau tahu? Ada sesuatu buruk yang terjadi padanya di masa lalu?” 

Jorge mengangkat sebelah tangannya dan mulai menyentuh satu alisnya yang tebal, memijit-mijitnya pelan. “Maaf, tapi aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Yang pasti, kini dia lemah.”

“Kini?” 

“Ya.” 

“Apa maksudmu?” suara sosok itu semakin penasaran. Diujung sana ia menyatukan sepasang alisnya. 

Jorge menarik napas kecil dan mengembuskannya perlahan. “Dia dulu adalah gadis yang kuat, sama sekali tidak lemah seperti ini. Sudah, hanya itu yang bisa kuberi tahu.” 

“Jorge....” tiba-tiba secercah suara lain terdengar di sela-sela pembicaraan kedua laki-laki itu, terdengar sedikit parau dan serak. 

“Dia terbangun. Sudah dulu.” bisik Jorge sebelum menuntaskan telponnya dan berbalik.

***

Dua hari berikutnya, di pagi yang sedikit dingin dan berkabut, Rachel melangkahkan kedua kakinya cepat menuju kelas. Hatinya terus dipenuhi kewas-wasan akan dihukum atau semacamnya hari ini karena terlambat. Ia terus menggerutu. Ini semua adalah salah laki-laki itu. Ya, ini adalah salahnya yang terlalu terobsesi dengan jam tangan CVSTOS-nya hingga rela mencari benda itu selama hampir satu jam. Memangnya apa sih hebatnya jam tangan itu? Mengapa ia tidak bisa sekali saja tidak mengenakannya? Hanya sekali saja dan sebentar saja. Dasar menyebalkan! Rachel terus mengumpat dalam hati. 

Pelan-pelan gadis itu memperlambat langkahnya saat didengarnya suara ribut-ribut dari sekelilingnya. Ia menerbitkan kepalanya sejenak, melihat memangnya ada kejadian atau bahkan fenomena apa yang sukses membuat suara penghuni kampus ini begitu keras dan mendominasi. Tidak biasa-biasanya para mahasiswa berkumpul di suatu tempat seperti ini kalau  tidak ada sesuatu yang menggemparkan bagi mereka. Terbukti jelas pada waktu itu. Tidak ada satupun mahasiswa yang berkerumun di dekat mading seperti ini saat diumumkannya lomba karya tulis ilmiah. Yah, kecuali hanya beberapa dari mereka yang benar-benar antusias dan aktif untuk mencari sumber pendapatan sampingan bagi keluarga mereka karena memang ajang lomba menulis kali itu berhadiah cukup besar. 

Namun, berbeda sekali saat tersebarnya foto-foto kedekatan antara mahasiswa paling tampan sekaligus terkenal dan super kaya dengan salah seorang mahasiswi biasa yang terbilang kurang cantik, kurang terkenal, apalagi super kaya. Tapi, dia adalah ikon kampus karena keseksiannya. Mungkin kampus ini memang didominasi oleh orang-orang pemburu dan penyebar gosip. Cocok sekali jika dipadukan antara keduanya. Dan akhirnya, berhasil menciptakan suasana kampus yang seperti ini. 

Rachel benar-benar menghentikan gerakan kakinya. Hatinya semakin dilanda kegelisahan membayangkan apakah ia harus menerobos kerumunan padat ini atau tidak. Tidak ada jalan lain menuju ke kelasnya hari ini selain melewati lorong panjang mading ini. Bolak-balik Rachel menimbang, memikirkan matang-matang apa konsekuensi yang harus diterimanya saat benar-benar terlambat masuk kelas dan apa risikonya menerobos kerumunan para lelaki ini. Jantungnya berdetak lebih kencang saat ia akhirnya memutuskan untuk mengambil risiko pada pilihan kedua. Sebodoh amat, pikirnya. Rachel mengambil napas sebentar dan akhirnya menggerakkan kakinya lagi. Ia harus kuat. Harus kuat menerobos para lelaki ini walaupun sebenarnya ia hampir pingsan melakukannya. 

Setelah mengumpulkan seluruh keberanian dan keteguhan hatinya, Rachel mendorong tubuh-tubuh yang menghalangi jalannya dengan buku-buku tebalnya. Tidak peduli apa respons dan reaksi mereka. Gadis itu terus berjalan dengan keringat segar yang perlahan keluar dari pori-pori pelipisnya. 

“Hei kau!” suara laki-laki bertubuh gemuk itu terdengar sangat berat dan mengerikan. 

“Kau ini!” respons pria bertopi itu sembari menatap Rachel tajam saat tubuhnya berhasil menghantam dinding. 

“Kau ini kenapa, hah?” kata laki-laki berkacamata bulat itu sambil mengangkat rendah tangannya. 

“Santailah!” ujar si bertubuh jangkung dari sandarannya di dinding. 

“Hei, kau gadis aneh!” teriak seorang pria dengan kaus berwarna coklat gelap dengan lengan panjang yang sedikit berantakan, namun tetap terlihat cocok dan menggoda. Teriakan kasar yang satu ini benar-benar berhasil membuat semua pasang mata mengarah pada si pemilik suara. Laki-laki berkulit sedikit coklat namun eksotis itu berjalan pelan menghampiri Rachel yang sudah menghentikan langkahnya. Gadis itu terdiam dengan perasaannya yang berkecamuk. 

Berbagai respons dan ucapan terlontar keluar dari sekian banyak mulut yang memenuhi tempat itu. Ada yang langsung terdiam dan penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, ada yang berbisik, sampai ada juga yang tertawa lebar. Entah karena apa. 

“Wah, gadis itu cari mati!” kata laki-laki gemuk tadi pada seorang temannya yang bobot tubuhnya sangat berbanding terbalik dengannya. 

“Kau berani juga, Aneh!” teriak pria disudut sana dengan mengangkat tangannya, seolah-olah berusaha menarik perhatian agak tertuju padanya yang tersembunyi. 

“Dia membangunkan singa!” 

“Bodoh!”  

“Memangnya dia pikir dia siapa berani mengusik singa kampus ini?” 

 “Hei, Tom. Aku tidak sabar melihat pertunjukan ini,” bisik Marc di tengah-tengah kerumunan dengan seringaian penuh kepuasan di wajahnya. “Gadis yang selalu saja kau sangkal sebagai satu-satunya gadis yang berhasil menarik perhatianmu semenjak masuk ke kampus ini sedang dalam ambang kematian, Kawan. Malang sekali. Kau tidak berniat untuk menolongnya? Hahaha.” tawa Marc menggelegar. Mungkin dia menganggap pria itu akan membalas kekesalannya pada gadis itu karena telah berhasil membuat tubuhnya melemas, saat Rachel menunjukkan reaksi yang benar-benar mengerikan waktu itu. 

Tom tidak merespons. Jantungnya pun ikut berdegup lebih kencang. Rasanya ingin sekali ia menyela kerumunan ini dan meraih tangan gadis itu kuat dan menggiringnya ke tempat yang jauh dari laki-laki sialan itu. Namun apa daya? Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh seorang mahasiswa biasa untuk menentang dan melawan seorang anak pemilik kampus?

“Kau, Aneh!” Luis Witwicky. Begitu nama kerennya yang tersebar di seluruh kampus ini. Laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh dagu Rachel, mengangkat dan menekannya sedikit. 

“Kau pikir kau ini siapa, hm? Sudah berkelas di kampus ini?” tanyanya sinis dengan senyum nakal khas seorang pria diwajahnya yang tegas dan rahangnya yang kokoh. 

Rachel memejamkan kedua matanya. Batu besar seolah menghantam jantungnya. Untuk kedua kalinya, ia kembali diperlakukan dengan perlakuan yang sama oleh laki-laki dalam waktu yang tidak berselang jauh. Rachel mendesah sekaligus menggeliat. Lengannya tampak kilat karena air bening yang sudah membalut kulitnya rata. Ketakutan yang sama perlahan-lahan mulai timbul kembali keatas permukaan dirinya.

“Kau mendorongku, hm? Kau berani mendorongku, hah?” teriak Luis sembari menekan bahu gadis itu, mendorongnya ke dinding dan menahannya kuat, hingga Rachel dapat merasakan tegang dibahunya. 

 “Jawab, gadis kecil! Kau berani mendorongku, hm? Kau berani mendorong seorang Luis Witwicky?” Luis terus menekan mental gadis itu, membuat aliran-aliran air bening berhasil jatuh dari tiap sudut matanya. 

Ini adalah efek yang paling terbenci oleh Rachel dari kejadian masa lalunya yang sialan itu, berada dalam tekanan seorang pria dan ia tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya ketakutan dan berkeringat dingin (sama seperti respons sebelumnya ketika ia berada dibawah tekanan Marc). Sial! Mengapa ketakutan itu harus kembali dibangkitkan lagi oleh kaum pria setelah ketakutan itu sempat bangkit di tiga hari sebelumnya? Tunggu sebentar, sebenarnya kata “paling dibenci” atau “terbenci” saja mungkin sudah cukup untuk dikatakan sebagai penjelasan, namun rasanya saat ini adalah saat yang tepat untuk menyalahi aturan tata bahasa. 

 “Kau benar-benar berhasil membuatku kesal, gadis kecil!” suara berat Luis menggelegar. Membuat siapa saja yang berdiri dan menyaksikan adegan itu tersentak. Mereka sama-sama tahu apa yang akan terjadi dengan gadis itu selanjutnya jika sudah berhasil membuat suara seorang Luis Witwicky terdengar begitu mengerikan seperti ini. Jiwa kasarnya sudah keluar dan sisi bengisnya tampak jelas sekali bermain di wajahnya. 

Sekali lagi Tom ingin menggerakkan kakinya untuk menjemput gadis malang itu disana. Namun, pikirannya selalu saja berhasil mengagalkannya. Ia tidak akan cukup kuat untuk melawan pria sombong itu. Memangnya dari segi apa ia sukses mengungguli anak si pemilik kampus kecuali hanya beberapa poin IQ? 

“Sekali lagi dan yang terakhir, kau tidak tahu siapa aku? Kau berani mendorongku, hm?” suara Luis memelan, namun masih terdengar menggoda. Sorot matanya tampak nakal sekali, persis seperti tatapan mata pria bajingan di klub-klub malam. 

Semua orang yang menyaksikan fenomena ini meringis. Ada yang memejamkan matanya, ada yang mengerutkan dahinya, bahkan ada juga yang tersenyum nakal menanti kekerasan apa yang akan terjadi selanjutnya. 

“Baiklah, kau yang memutuskan untuk tidak menjawabku dan....” Dengan gerakan cepat Luis memiringkan kepalanya, menunduk sedikit dan sukses mendaratkan sebuah kecupan hangat di pipi kanan gadis itu. Ia memejamkan matanya, seolah begitu menikmati sensasi kecupan pipinya yang mendadak dan diluar hipotesa itu. Sementara Rachel tiba-tiba merasakan gelombang kehangatan mengalir disepanjang desiran darahnya. 

“Oh Tuhan!”

“Demi Tuhan!” 

“Sial!” 

“Seorang Luis Witwicky...” 

“Aku tidak bisa bernafas!” 

Respons dan reaksi berbeda mengudara di tempat itu.

To Be Continued.. 

Comments

  1. ada apa dengan masa lalu Rachel? hmm... ceritanya kereen. aku paling seneng kalau si marc udah di posisiin jadi anak kuliahan ehehee :D
    #6 cepat di post yaa :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, Insya-Allah malam Sabtu ini aku post part 6, makasih lho yaa udah komen dan baca ;)

      Delete

Post a Comment