Love Story


Hope, Sure, and Believe


 

Percintaan. Bukankah itu adalah hal paling indah yang Tuhan ciptakan? Bukankah hanya dengan satu kata itu saja semua manusia akan merasa bahagia? Merasa seolah-olah bahwa dunia ini adalah miliknya seorang? Merasa bahwa ia adalah orang paling bahagia sekaligus beruntung yang Tuhan ciptakan? Aku pun sempat berpikir begitu. Berpikir bahwa cinta memang hal paling indah. Satu-satunya hal yang bisa membuatmu hilang fokus dan merasa terbang ke langit tertinggi. Tapi itu dulu, sebelum hari itu datang dan menghancurkan semua pemikiranku tentang hal sialan itu. 

Putus cinta. Bukankah hal itu juga adalah hal yang biasa terjadi pada setiap manusia? Mencoba untuk menemukan pasangan hidup, mencoba untuk menemukan sayap ke surga, namun gagal. Sudah hal biasa jika putus cinta membuatmu terpuruk dan menangis. Berganti pemikiran bahwa cinta adalah hal paling sampah di dunia ini. Aku pun mengalaminya. Menangis dalam diam dan sepi yang bahkan tidak bisa membuatmu menjadi lebih baik sama sekali. Tapi mengapa? Mengapa rasanya hanya aku saja yang terlalu larut dalam kepiluan cinta? 

Aku mengamati orang-orang disekitarku. Teman-temanku. Tampaknya mereka cukup cepat pulih setelah jatuh dari harapan tertinggi cinta. Apa aku memang adalah orang paling lemah yang pernah hidup di dunia ini? Entahlah. Mungkin pun juga begitu. Hari ini aku duduk di balik bingkai jendela kamarku. Kedua tanganku memegangi tiang-tiang kayu yang tersusun secara vertikal sebagai pengaman tambahannya. Aku memandangi titik-titik air hujan yang jatuh ke tanah. Tampak begitu indah dan bebas sekali. Aku memang sering duduk disini dan melempar diriku pada masa lalu. Masa dimana aku masih memegang teguh keyakinan bahwa cinta adalah yang terindah. 

Hari ini, tepat delapan bulan yang lalu, adalah hari dimana semuanya berubah begitu cepat. Hari dimana aku benar-benar berubah asumsi bahwa cinta adalah hanya sekedar omong kosong. Saat itu laki-laki itu menyudahi semuanya. Menyudahi kisah kami setelah hampir berjalan satu tahun. Bukankah itu sangat ironis? Aku tidak tahu pasti apa salahku. Apa ini adalah salahku atau salahnya? Entahlah. Aku selalu berpikir apa ada gadis lain yang merebut posisiku dihatinya? Apa ia sudah bosan dengan kisah kami? Apa ia ingin mencari pengalaman baru bersama gadis lain? Ingin rasanya aku menjerit. Menumpahkan semua tekananku.

Aku pernah menyakini bahwa dia adalah sosok laki-laki yang Tuhan kirimkan untukku. Sosok laki-laki yang akan menjadi bagian dari hidupku nantinya. Ada suatu hari dimana ia pun berpikiran serupa denganku. Dia pernah berkata padaku bahwa aku akan menjadi bagian dari hidupnya suatu hari nanti, walaupun itu hanya tersirat. Dan kalian tahu? Jika aku bisa, ingin rasanya aku menghentikan waktu detik itu juga. Detik dimana aku merasa sangat bahagia dan seolah aku adalah wanita paling beruntung  dalam abad ini.

Ini bukan kali pertama ia menyudahi hubungan kami. Dia sudah pernah melakukannya. Tapi aku selalu kembali menerimanya. Jika ditanya mengapa, aku akan dengan lantang menjawab bahwa itu karena aku mencintainya. Jika dipikir-pikir lagi, aku memang bodoh. Mencintai dan menghabiskan waktuku hanya untuk memikirkan seseorang yang bahkan belum tentu melakukan hal serupa dengan yang aku lakukan. Oh Tuhan, apa aku adalah wanita murahan? Memberi kesempatan pada orang yang sama untuk ketiga kalinya? Terkadang aku berpikir, apa aku bisa hidup dengan benar tanpanya? Satu jawaban pasti yang berhasil aku simpulkan. Aku bisa, walaupun awalnya itu akan terasa sangat sulit.

Bulir-bulir air mata kembali menyeruak dikedua belah sudut mataku. Pikiranku selalu saja melayang-layang jika aku duduk disini. Tapi aku tetap suka melakukannya, aku suka melempar diriku pada masa lalu. Perlahan tapi pasti aku mulai menyelipkan jari-jariku melalui celah jendela kamarku untuk menyentuh kacanya. Jari telunjukku perlahan-lahan mulai menggoreskan sesuatu. Menggoreskan huruf-huruf yang akhirnya merangkai sebuah nama. Aku memandangi hasil goresan tanganku sendiri. Senyum getir mulai mengembang diwajahku. Kembali aku melempar pikiranku pada dimensi berbeda. Akankah dia kembali? Akankah dia memintaku untuk menjadi kekasihnya lagi? Atau mungkin akan hadir seorang laki-laki lain yang menggantikan posisinya dihatiku nantinya? Aku pun tidak bisa menjaminnya. Aku menyerahkan semuanya pada Tuhan. Aku hanya bisa meyakini bahwa Tuhan sedang menyusun rencana terbaik untukku. Berharap dan percaya. Ya, sekarang aku hanya bisa berharap dan percaya.

Comments