FanFiction


Cerita ini terinspirasi dari.. yah, dari sedikit bubuk pengalaman pribadi. Hehe. Oh ya, karakter Rachel Guerrero disini bener-bener berbeda. Dia berkepribadian ganda. Ya ampun, masuk sosiologi deh, kepribadian ganda-_- Dan satu lagi, foto dia yang di cover itu adalah sosok Rachel saat di rumah bersama kakaknya. Jadi bener-bener beda sama penampilannya di kampus :D Ok, happy reading ;) (kalo ada yang baca) Hahaha.. Oh ya, kalo ada yang baca, dan mau repot sedikit, tolong tinggalkan komentar yaa. Terima kasih :) 

Let Me Save This Feeling #1

 

Cuaca sedang dalam kondisi bagus hari itu. Langit cerah senantiasa menaungi planet ketiga dalam sistem tata surya ini. Matahari yang tidak terlalu menyalakan sinarnya, angin yang sesekali bertiup dan acap kali menerbangkan beberapa helaian rambut, hingga suhu udara yang tidak terlalu dingin. Indah sekali. 

Rachel membuka pintu mobil Ferrari-nya dan langsung berjalan menuju tempat yang sejak dua minggu lalu selalu dikunjunginya sebagai suatu rutinitas. Gadis itu tidak berucap lagi dan hanya menampakkan seulas senyum pada pria yang mengantarnya sebelum menggerakkkan kakinya lagi. Seperti biasa, dan sudah menjadi suatu kebiasaan yang melekat, Rachel selalu berjalan terburu-buru dengan menundukkan kepalanya. Ia menggenggam erat beberapa buku tebal kuliahnya sambil sesekali melihat kedepan. 

Gadis itu memang berbeda dari gadis-gadis biasanya. Sangat berbeda bahkan. Perawakannya yang aneh juga tingkahnya yang terkadang diluar kendali semakin memperkuat karakter barunya. Ya, Rachel Guerrero dulu memang adalah seorang gadis normal layaknya gadis-gadis pada umumnya, tapi itu dulu. Sebelum semuanya berubah sejak kejadian itu sukses menimbulkan bekas dalam yang masih berhasil menggerogotinya hingga kini. Yah, walaupun kejadian itu sudah bertahun-tahun berlalu. Gadis itu hanya mau bersikap akrab dan.. mungkin manja dengan kakaknya, satu-satunya orang yang selamat-selain dirinya dalam kecelakaan tragis dua tahun yang lalu itu. Tidak ada yang lain. 

Rachel semakin mempercepat frekuensi langkahnya dan langsung berbelok tajam ke kiri. Hingga..  

Bughh!!

Tubuh mungil gadis itu sontak hampir terpelanting kalau saja kaki kanannya tidak segera menopang berat tubuhnya dan tangan kanannya refleks memegang sebuah tiang hitam panjang yang berada disampingnya. Rachel spontan memundurkan beberapa langkahnya dan langsung mendongak ke arah depan. Mata gadis itu mengering. Udara pun seolah enggan memasuki hidungnya. Bibirnya yang refleks berubah pucat pun semakin memperkuat semuanya. Gadis itu gugup luar biasa. Rachel buru-buru menarik pandangan matanya dari mata pria itu, ia kembali menundukkan kepalanya dan membengkokkan kuda-kudanya, bermaksud untuk mengutip buku-buku tebalnya yang sudah duluan bergelimpangan di atas lantai yang dingin itu. 

“Maaf, aku tidak sengaja menabrakmu. Maaf sekali lagi.” sorot mata pria itu berbinar-binar. Entah karena apa. Mungkin karena sensasi aneh yang timbul diantara mereka, saat kedua bola mata mereka saling bersitemu beberapa detik yang lalu. Marc ikut membengkokkan kuda-kudanya dan sukses berada dalam posisi yang kurang lebih sama. 

Rachel tak bergeming. Bahkan tampaknya ia tidak terlalu mempedulikan laki-laki yang berada cukup dekat dengannya sekarang ini. Ia terus mengutip satu per satu buku-buku kuliahnya dan langsung meluruskan tulang belakangnya kembali. Ia memeluk buku-bukunya dengan tangan kiri sembari membetulkan posisi kacamatanya. Bibir gadis itu masih terkatup, ia kembali melanjutkan langkahnya. 

“Hei, tunggu sebentar. Kau tidak menjawab permintaan maafku. Apa kau marah karena aku memberantakkan buku-bukumu?” Marc ikut menarik tulang belakangnya. Tangannya langsung bergerak mengagalkan langkah gadis itu yang tengah mencoba melewatinya dari sisi samping. 

Rachel refleks menggerakkkan bahunya. Ia bergeser sedikit agar terlepas dari sentuhan aneh tangan pria itu. Lagi-lagi Marc tidak mendapatkan jawabannya. Gadis itu masih mengunci rapat kedua belah bibir mungilnya. Hening. Sunyi senyap tanpa suara diantara mereka untuk beberapa saat. 

“Kau ini kenapa? Kau bisu ya? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku, hah?” Mata Marc mulai mengilatkan perasaan kesal. Nada suaranya pun terdengar sedikit meninggi. Mungkin itu adalah hal wajar, yang akan dilakukan oleh siapapun yang mencoba untuk meminta maaf, namun tidak mendapatkan respon apapun. 

Rachel malah semakin menenggelamkan wajahnya. Ia sama sekali tidak berniat untuk merespons pria itu. Terserah saja pikirnya. Lagipula pria itu  juga bukan teman sefakultasnya, jadi bukan suatu masalah besar untuk tidak menghiraukannya. Rachel mencoba menghirup udara sejenak sebelum kembali melanjutkan langkahnya yang terus tertunda. Marc yang masih keheranan di tempat pun hanya bisa hanya memandanginya dengan perasaan yang tak tertafsirkan. Bingung, kesal, dan merasa bersalah. Semuanya bercampur aduk menjadi satu. Kini ia tidak mencoba untuk menggagalkan langkahnya lagi. 

***
Marc berhenti menggerakkkan tangannya diatas kertas. Ia mendongak dan melirik pria lain yang tengah berada disampingnya. 

“Tom..” sapanya pelan. 

“Ada apa?” sahut pria itu sedikit enggan. Ia masih memusatkan pandangannya kearah depan.  

“Kau tahu gadis baru di kampus kita?” 

“Siapa?” Tom menolehkan kepalanya. 

“Itu loh, gadis itu. Masa kau tidak tahu?” 

“Ya gadis itu siapa, Marc?” Tom balik bertanya. Terselip sedikit nada kesal dari sahutannya. 

“Gadis yang sangat fenomenal itu, Tom.” 

“Ya ampun, Marc. Katakan saja siapa nama gadis itu, mungkin aku tahu.” Tom melempar ekspresi malas pada temannya yang satu ini. 

Marc mengangkat pulpennya dan memplintir-plintirnya di dagu. “Hmm, aku juga tidak tahu. Tapi yang pasti, dia sangat pendiam dan aneh. Aku bertabrakan dengannya pagi ini. Dan kupikir tidak satupun mahasiswa disini menyukainya. Begitu juga aku. Aku meminta maaf padanya atas kecerobohanku dan kau tahu apa? Dia bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun. Bukankah itu sangat menyebalkan, hah?” 

“Aneh bagaimana?” 

“Ya, aneh.. atau mungkin sangat aneh. Dia selalu berjalan dengan menundukkan kepalanya, entah karena apa. Penampilannya juga tidak menarik dan sangat membosankan. Memang kau tidak pernah melihatnya di kampus ini?” Marc semakin memainkan pulpennya. Bahkan kini ia mulai menggigit-gigit ujungnya. 

Tom berganti memasang ekspresi enggan. “Kurasa tidak.” 

“Masa kau tidak pernah melihatnya, Tom? Memang sih, dia mahasiswi baru, tapi dia sangat fenomenal, kau tahu?” Marc menjawab dengan sangat melebih-lebihkan. Ia membelalakkan matanya.

“Oh ya?” Tom menaikkan kedua bahunya. 

“Asal kau tahu saja, Tom. Hampir seluruh penghuni kampus ini membicarakannya. Mulai dari respons penasaran, positif, hingga negatif pun berkembang luas tentang dirinya. Kau sungguh tidak tahu? Berita sebesar itu?” tanpa sadar Marc meninggikan suaranya. Mungkin sanking semangatnya dia bercerita. 

“Marc Marquez! Tom Caballero! Bisakah kalian diam? Silahkan keluar jika kalian ingin bicara!!”

Tiba-tiba teriakan dosen berkacamata tebal itu bergema hingga ke seluruh penjuru ruangan. Kedua laki-laki yang merasa namanya disebut pun langsung tersentak dan menundukkan kepala. 

“Maaf, Mr.” ucap Marc pelan. 

“Lihat, Marc? Kita jadi ditegur karena kau!” Tom melirik kearah Marc. Tatapan matanya tampak jelas sekali menunjukkan kekesalan. 

“Sudahlah, hanya sekali saja.” Senyum polos tersungging di wajah Marc. 

Tom hanya bisa mengambil napas berat dan menghembuskannya. Dasar tukang gosip, umpatnya dalam hati. 

“Tom, kalau kau memang benar-benar tidak tahu, aku akan menunjukkannya padamu nanti. Tunggu saja. Aku berani bertaruh kau pasti akan merasa.. yah, kupikir kau akan merasa sama sekali tidak tertarik padanya dan menganggapnya sebagai seorang gadis aneh yang tidak akan pernah mendapatkan kekasih. Hahaha.” Marc terkekeh pelan. Kini ia beralih memain-mainkan jarinya di dagu. 

 “Ini adalah kali kedua kalian ribut di kelas hari ini. Jika kalian tidak senang dengan mata kuliah saya, silahkan keluar sekarang!!” pria paruh baya itu lagi-lagi berteriak dan menyorotkan tatapan marah. Tampak terlukis jelas dari balik kacamata tebalnya. 

Marc dan Tom sama-sama tersentak, lagi. Petir seolah menyambar jantung mereka.

To Be Continued..  

Comments

  1. ngakak banget sama adegan Marc yang dimarahi sama dosennya haha :D Marc tukang gosip nih ceritanya wkwk. Oiya yang jadi Tom Caballero siapa ya? aku naksir ._.

    ReplyDelete
  2. Hahaha, awalnya mau buat karakter Tom yang tukang gosip, eh jadi beralih ke Marc. Hihi. Suka sama mukanya atau karakternya Tom? :D

    ReplyDelete

Post a Comment