FanFiction

Prove it.. Im Waiting For You Here..


Dentingan jam berbunyi. Jarum panjang pada benda berbentuk lingkaran itu menunjuk angka 11.00 PM. Yvette masih menyendiri. Entah kenapa, tapi malam ini rasanya oksigen masih memenuhi otaknya, sehingga rasa kantuk itupun belum kunjung menyergapnya. Gadis itu masih melakukan hal yang sama. Duduk diatas kursi panjang kamarnya sembari menyeruput segelas susu coklat hangat yang telah dibuatnya beberapa menit yang lalu. Tiba-tiba pikiran kosongnya terlitasi oleh seorang sosok pria. Sosok pria yang telah bersamanya sejak 10 tahun terakhir.

Yvette bangkit berdiri dan meletakkan gelas kaca transparan yang tengah digenggamnya keatas meja kecil dekat ranjangnya. Ia kemudian meraih ponsel hitamnya yang tergeletak miring dan langsung menyentuh-nyentuh layar benda elektronik itu. Yvette membuka salah satu akun media sosialnya dan langsung men-stalk akun twitter pria itu dan beberapa akun twitter lain yang masih tetap berhubungan dengan dunia yang tengah digelutinya-MotoGP.

Mata Yvette sontak tidak bergerak dari pandangannya pada gambar itu. Cukup lama ia hanya terdiam dan menatapi foto sialan itu. Jari-jarinya reflek bergetar. Bahkan ia hampir kehilangan kendali atas ponselnya. Bibir mungilnya langsung tertutup rapat. Ia mundur beberapa langkah dan kembali terduduk. Oh Tuhan, Dani! Gemingnya terkejut dalam hati. Gadis itu langsung meletakkan ponselnya disamping dan memegangi dadanya. Rasanya sesak sekali. Genangan air bening langsung menyeruak disudut mata indahnya.

Yvette menghirup oksigen dan melepaskan karbon dioksida melewati hidungnya. Ia masih membatu di tempat. Suasana hati yang tadi menyaranginya kini berubah sebaliknya. Berniat ingin tersenyum namun tangis yang didapatnya. Tiba-tiba benda itu bergetar, sontak membuat gadis itu sedikit terhentak dan kembali mendapatkan kesadarannya. Ia lagi-lagi meraih ponsel itu dan melihat layarnya. Tertulis nama “Dani Pedrosa” disana. Ya, laki-laki itu menelponnya dimalam seperti ini. Bingung sukses melanda Yvette. Apa yang harus dilakukannya? Menjawab telpon pria itu atau sebaliknya? Bolak-balik Yvette mengulur-tarik ponselnya. Akhirnya di uluran yang ketiga ia memutuskan untuk menjawab telepon pria itu.

“Holaaa, Yvette. Kau belum tidur? Aku kira kau sudah tidur. Kau sedang apa?” suara laki-laki langsung terdengar dengan khas diseberang sana setelah gadis itu menempelkan ponselnya ditelinga kanannya.

Yvette diam. Ia tidak menjawab pertanyaan kekasihnya. Air mata langsung menetes dengan lancarnya. Buru-buru ia mengusap tetesan vertikal air bening itu pada pipinya.

“Kau dengar aku? Kau masih disana, Yvette? Yvette? Sayang?” pria itu langsung menyerbu Yvette dengan pertanyaan-pertanyaannya.

“Aku masih disini.” sahut gadis itu singkat setelah sedikit berdehem.

“Oh, aku kira sesuatu terjadi padamu. Kau sedang apa?”

“Tidak sedang melakukan apapun.” Lagi-lagi air matanya kembali meluncur.

“Hei, kau kenapa sayang? Kau berbeda dari biasanya.” nada suara pria diujung sana berubah sedikit memelan.

“Tidak apa-apa. Aku baik, tapi tidak begitu baik.” Yvette bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan-jalan pelan didalam kamarnya.

“Maksudmu? Ada sesuatu yang terjadi denganmu? Kau kenapa?” suara pria itu terdengar cukup  jelas sebagai perwakilan perasaan cemasnya.

“Aku rasa kau cukup sadar mengapa aku bersikap begini. Kau punya waktu yang sangat menyenangkan ya sewaktu di podium kemarin.” Yvette meninggikan suaranya, lebih terdengar sebagai sebuah sindiran halus.

“Apa? Tentu, aku sangat senang kemarin karena aku berhasil menjadi runner-up. Kau terlambat mengucapkan selamat padaku kali ini, Yvette..” seulas senyuman timbul pada wajah pria diseberang sana.

“Selamat, Dani. Selamat atas kemenanganmu. Dan selamat juga atas waktu menyenangkanmu saat menyemprotkan sampanye kearah wanita cantik itu. Aku sangat senang melihatmu senang. Malam.” Yvette langsung menuntaskan telpon pria itu.

Yvette berjalan perlahan kearah ranjang tidur ber-sprei merah jambunya. Ia mengambil sebuah bantal dan langsung menjadikannya sebagai penyangga punggungnya untuk bersandar. Bulir-bulir air mata masih dengan segar menyarangi sudut mata indahnya. Dani memang pernah membuatnya cemburu. Salah, bukan pernah, tapi sering. Sering sekali bahkan. Namun gadis itu tetap saja memaafkannya dan tetap bertahan. Ia sangat mencintai pria itu. Itu adalah alasan utamanya untuk tetap bertahan. Bodoh memang. Tapi kali ini? Dani kembali berulah. Ia mengulanginya untuk kesekian kalinya. Ingin sekali rasanya kali ini ia mengakhiri semuanya, tapi apa ia cukup kuat untuk kehilangan pria itu selamanya? Apa benar ia akan menuntaskan semuanya begitu saja? Melupakan semua yang telah terjadi selama 10 tahun belakangan ini? Masa-masa indah dan buruknya bersama pria itu? Candaan mereka, liburan mereka, tawa dan tangis mereka bersama. Apa semua itu harus diakhiri sekarang? Oh Tuhan, gadis itu benar-benar berada dalam posisi terpuruk sekarang. Hatinya terus saja mengumandangkan nama pria itu. Ia ingin Dani datang, mengklarifikasikan semuanya, dan memeluknya erat. Tapi apa lagi yang harus diklarifikasikan? Sorot mata pria itu sudah melukis jelas kalau ia dilanda nafsu saat menyemprot sampanye kearah wanita podium itu.

Benda itu bergetar. Ya, ponsel Yvette kembali bergetar. Getarannya reflek membuat Yvette meraih kembali ponselnya dan melihat layarnya. “Dani lagi?” lirihnya dalam hati. Tidak, ia tidak ingin merespon telpon pria itu. Yvette langsung melempar ponselnya sejauh beberapa sentimeter dari posisi duduknya sekarang. Ia kembali menangis.

Tidak selang dua menit berlalu. Lagi-lagi benda elektronik itu bergetar. Yvette hanya menatapi ponselnya sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk meraihnya dan menyentuh layarnya. Tertulis “1 pesan diterima” disana. Yvette membuka pesan itu dan tepat saja, seperti dugaannya sebelumnya, nama pria itu kembali menghiasi layar ponsel hitamnya.

“Bisa kau bukakan pintu rumahmu? Aku ada di beranda rumahmu sekarang.”

Matanya yang tadi sayu sontak berubah membelalak reflek. Apa? Dia ada disini malam-malam begini? Untuk apa? Apa ia sudah gila? Yvette langsung bangkit berdiri dan melepaskan tempelan punggungnya pada penyangga bantalnya. Ia berjalan perlahan membuka pintu kamarnya, berbelok tajam kekiri, dan langsung menarik gorden hijau bermotif bunga lavender rumahnya. Dani ada didekatnya sekarang.

Jantung Yvette memompa dua kali lebih cepat. Tangannya sukses berada pada suhu yang lebih rendah dari sebelumnya. Ia memegangi kepalanya sebentar. Bingung lagi-lagi melandanya. Yvette kaku sejenak. Otaknya sedang mempertimbangkan matang-matang apa yang harus dilakukannya sekarang. Membuka pintu rumahnya atau malah sebaliknya, membiarkan pria itu tetap berdiri tegak disana dimalam dingin seperti ini dan kembali berjalan ke kamarnya yang nyaman. Perlahan Yvette menarik gagang pintu coklat gelap rumahnya setelah otaknya memberi perintah. Ia sudah tepat berdiri diambang pintu sekarang dengan mata yang masih melukis jelas bekas tangisan.

“Yvette?” pria itu langsung maju beberapa langkah mendekat setelah ia melihat sosok gadis berdiri tegak diambang pintu rumahnya.

“Ada apa? Kau sudah gila ya? Datang ke rumahku malam-malam begini?” Yvette mengalihkan wajahnya sejenak.

“Duduklah sebentar. Aku ingin bicara padamu. Aku datang untuk menjelaskan semuanya.” Dani mendekatkan wajahnya dan langsung menarik tangan kanan gadis itu.

“Sudahlah, Dani. Kau tidak perlu repot-repot menjelaskan semuanya. Kau mau menjelaskan apa lagi? Apa kurang selama ini kau sering menyakitiku dengan kedekatanmu bersama wanita lain?” Yvette menghentak tangan kekar pria itu dan menyelipkan beberapa helai rambutnya kebelakang telinga.

“Aku tau kau adalah seorang atlet terkenal. Kau juga sangat tampan dan cukup berprestasi, aku sangat memaklumi jika banyak wanita cantik yang ingin mendekatimu bahkan sampai berani merayumu. Aku tidak mempermasalahkan itu. Aku sadar bahwa itu adalah salah satu resiko dari profesimu. Namun satu, Dani. Satu yang sangat aku sayangkan darimu. Hanya satu. Mengapa kau malah melayani mereka? Kau ingat sudah berapa kali kau melayani wanita-wanita itu? Jika mereka hanya sekedar penggemarmu, aku tidak masalah. Namun aku rasa kau cukup sadar. Mereka merayumu, Dani. Kau tidak tahu kan kalau selama ini aku sangat sakit? Aku sakit disini, Dani. Selama 10 tahun kita bersama, aku sering sekali mengalami sakit yang mendalam, tapi aku tidak pernah mengungkapkannya karena aku tahu bahwa itu adalah salah satu konsekuensi yang harus kuterima karena menjadi kekasih seorang pembalap kelas atas sepertimu. Kali ini, saat detik pertama aku melihat fotomu dengannya, aku rasa aku tidak sanggup lagi.” Yvette menghela napas perlahan dan memejamkan matanya sebelum melajutkan. “Mungkin.. Mungkin lebih baik mulai sekarang kita menjalani hidup masing-masing saja. Kau bebas melakukan apapun sesukamu, dekat dengan siapa saja, melayani wanita mana saja, tidak akan ada lagi seorang wanita menyebalkan yang melarang atau bahkan mengekang kebebasanmu. Aku minta maaf jika selama ini aku adalah seorang kekasih yang terlalu over-protective bagimu. Selamat tinggal, Daniel Pedrosa Ramal.” Yvette langsung membalikkan tubuhnya, air mata terus saja membanjiri wajahnya, seolah tiada bosan-bosannya menghiasi wajah gadis itu. Bahkan bibir merahnya pun ikut bergetar.

“Yvette.. Yvette.. Kumohon. Aku mohon padamu, jangan tinggalkan aku. Aku akan melakukan apapun untuk kita. Apapun, sayang. Apapun. Aku minta maaf jika selama ini aku banyak menyakitimu. Aku mau kita tetap bersama. Aku berjanji aku tidak akan lagi mengulanginya. Tolonglah, aku tidak ingin hubungan kita ini berakhir begitu saja setelah berlangsung cukup lama. Aku sudah berencana ingin melamarmu tahun ini. Kita akan menikah sayang. Kita akan menikah, Yvette Amescua. Apa kau sudah benar-benar melupakan semua kenangan kita selama 10 tahun terakhir ini? Maafkan aku, Yvette. Aku minta maaf.” Dani reflek membengkokkan kuda-kudanya dan ia sukses berada dalam posisi berlutut. Tangannya langsung menarik tangan kiri Yvette.

“Aku tidak kuat lagi, Dani. Aku tidak sanggup lagi jika kau terbukti kembali mengulanginya nanti. Aku menyerah.” Yvette lagi-lagi memejamkan kelopak matanya, ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Jujur saja, sebenarnya ia juga ingin pingsan saat mengakhiri semuanya. Ia pun tidak ingin kehilangan pria itu. Ingin sekali rasanya ia menarik bahu pria itu berdiri dan memeluknya erat. Melampiaskan semua perasaannya selama ini dalam hangatnya pelukan pria itu. Tapi apa daya? Semuanya sudah berakhir. Walaupun ia sendiri juga membohongi perasaannya. Yvette masih mencintai kekasihnya. Salah, mantan kekasih tepatnya. Bahkan gadis itu masih sangat mencintainya.

“Aku berjanji, aku tidak akan membuatmu sakit lagi. Aku berjanji, Yvette. Tolong berikan aku satu kesempatan lagi. Aku masih mencintaimu, sayang. Jika aku terbukti kembali mengulanginya, kau bisa menuntaskan semuanya. Aku tidak akan pernah lagi muncul dihadapanmu. Tapi kali ini, tolonglah. Berikan aku satu kesempatan lagi.” bulir-bulir air mata mulai menggantung disudut mata pria itu. Ia semakin mempererat genggamannya, seolah ia benar-benar tidak akan membiarkan mimpi buruk ini merusak hidupnya.

Yvette berbalik. Ia melepas genggaman erat tangan pria itu dan kemudian menarik kedua bahunya berdiri menggunakan sisa-sisa tenaganya. “Jujur saja, Dani. Aku juga masih sangat mencintaimu. Namun aku terlalu takut untuk kembali menjalaninya. Aku takut, Dani, kau akan kembali menyia-nyiakanku. Menyia-nyiakan cinta kita. Aku minta maaf. Benar-benar minta maaf. Tapi begini saja..” Yvette lagi-lagi memejamkan kelopak mata indahnya sebelum melanjutkan. “Aku beri waktumu selama satu bulan. Selama satu bulan itu aku akan melihat bagaimana perubahan sikapmu terhadap para wanita itu.” Yvette memajukan dua langkahnya, memaksa pria itu untuk mundur beberapa langkah.

“Satu bulan terlalu lama, Yvette. Aku tidak sanggup jika kau tidak ada dalam hidupku selama itu. Itu sangat lama bagiku.” nada suaranya kini terdengar sedikit tercekat.

“Tapi tidak bagiku, Dani. Aku rasa satu bulan itu adalah waktu yang cukup ideal untuk dijadikan tolak ukur perubahanmu.” Yvette meraih telapak tangan ganda milik pria itu, menggenggamnya erat.

“Jika aku berhasil berubah dalam waktu satu bulan itu, kau berjanji kan akan selalu bersamaku? Tidak akan pernah lagi meninggalkanku selamanya? Menjadi bagian dalam hidupku selamanya dan aku bisa memilikimu utuh? Maksudku, kita akan segera menikah kan setelah aku berhasil menunjukkan perubahan yang signifikan?” Dani membalas genggaman erat tangan Yvette, bahkan ia sedikit meremas tangan dingin itu.

“Dengar, Dani. Aku tidak berharap kau berubah untuk sementara. Hanya untuk menjadikanku kembali milikmu. Tidak. Aku bukan mengharapkan yang sementara. Aku mengharapkanmu akan berubah selamanya, setia dan tidak akan lagi menyia-nyiakan hubungan kita untuk sekarang, besok, dan selamanya. Aku ingin kau tidak lagi menyakitiku secara permanen, Dani. Bukan temporer.” Yvette melepas genggaman erat tangan kanannya perlahan, ia mulai memegangi wajah tampan pria itu.

“Aku berjanji dengan seluruh jiwaku, Yvette Amescua. Aku akan selalu mencintaimu selamanya dan tidak akan pernah lagi menyia-nyiakanmu. Tunggu aku. Aku akan berubah demimu. Demi kau, sayang.” tangan kanan pria itu mulai terlihat menimbulkan sebuah gerakan kecil. Sebuah gerakan yang membuat tangannya kini berhasil memegangi tangan kanan Yvette yang telah duluan menjalari wajahnya.

“Aku menunggumu, Dani. Aku akan menunggu perubahan sikapmu disini. Selamat malam, Dani Pedrosa. Aku mencintaimu.” Yvette mengendurkan genggaman tangan kirinya, sementara tangan kanannya tertarik mundur dari wajah pria itu. Ia mengecup hangat pipi kanan Dani sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan perlahan kembali kearah ambang pintu rumahnya.

“Aku juga sangat mencintaimu, Yvette Amescua. Tunggu aku. Aku akan buktikan semuanya. Aku akan buktikan betapa aku mencintaimu.” Setetes air bening kini meluncur mulus pada pipi pria itu, untuk pertama kalinya dalam pertemuan mereka kali ini.

Yvette tidak menyahut. Ia hanya menunjukkan kembangan senyum lebar dan langsung menutup pelan pintu coklat gelap rumahnya. Meninggalkan pria itu tetap berdiri tegak di beranda rumahnya, masih dengan perasaannya yang saling beradu. Antara menyesal atas kebodohannya selama ini, semangat untuk membuktikan semuanya, dan pilu karena untuk satu bulan ke depan gadis itu tidak lagi berada di dekatnya.

*Ini fotonya pas si Dani nyemprot sampanye ke arah itu cewek podium-_- 


*Foto ini biasa atau luar biasa ya? Kalo menurut author-nya ini luar biasa-.-

Comments